Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada penutup para Nabi dan Rasul, Nabi kita Muhammad H, kepada keluarganya serta seluruh sahabat beliau.
Ammaa ba’du:
Maka sesungguhnya Qiyamul lail (shalat malam) mempunyai kedudukan yang agung di sisi Allah D. Maka shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam. Dan termasuk di antara keistimewaannya adalah bahwa ia tidak hanya menghapus dosa saja, akan tetapi ia juga mencegah pengamalnya dari terjatuh ke dalam berbagai dosa.
Sebagaimana hadits yang telah diriwayatkan oleh Abu Umamah al-Bahili I dari Rasulullah H bahwa beliau bersabda,
«عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ، فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ، وَقُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ، وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَنْهَاةٌ لِلْإثْمِ»
“Hendaknya kalian melaksanakan shalat malam, karena ia adalah kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, qurbah (pendekatan diri kalian) kepada Tuhan kalian, penghapus keburukan-keburukan dan pencegah berbuatan dosa.”([1])
Dahulu para Salafusshalih –rahimahumullah– bahkan kakek-kakek kita pada waktu belakangan tidak melalaikan shalat malam. Adapun pada masa sekarang, maka malam hari kebanyakan manusia telah terbalik menjadi siang dan (disisi dengan) begadang. Lalu mereka terluput dari lezatnya bermunajat kepada Allah E di waktu malam. Kemudian kelalaian mereka sampai pada tingkat meninggalkan shalat subuh.
Ketika Thâwus Ibn Kaisân([2]) V mengunjungi seorang laki-laki di waktu sahur, mereka berkata, ‘Dia sedang tidur.’ Maka Thawus berkata, ‘Aku tidak pernah menyangka ada seorang yang tidur di waktu sahur. ([3])
Maka, jika Thâwus Ibn Kaisan V mengunjungi kita sekarang ini, maka apakah kira-kira yang akan dia katakan tentang kita? Bagaimana pendapat Anda?
Sesungguhnya termasuk di antara rahmat Allah D kepada hamba-hamba-Nya, adalah bahwa Dia telah menganugerahkan kepada mereka amalan-amalan ringan yang pahalanya menyamai pahala shalat malam.
Maka barangsiapa shalat malam terluput darinya atau tidak mampu melakukannya, hendaknya dia tidak terluput dari amal-amal ini demi memperberat timbangan (amal kebaikan)nya.
Dan ini bukanlah ajakan (penggembosan) untuk melalaikan shalat malam, dimana para salaf kita –rahimahumullah- tidak memahami (dengan pemahaman) yang demikian. Bahkan dulu mereka giat di dalam setiap medan-medan kebaikan.
Sebagaimana halnya Nabi H telah menunjukkan kepada para sahabat beliau yang mulia beberapa amalan-amalan yang mudah bagi siapa yang tidak mampu melawan dirinya untuk shalat malam. Hal itu adalah sebagai motivasi dari Nabi H dalam mendorong kita untuk melakukan kebaikan demi memperbanyak (pahala) kebaikan-kebaikan kita.
Dimana Abu Umamah al-Bahili I, telah meriwayatkan, dia berkata, “Rasul H bersabda,
«مَنْ هَالَهُ اللَّيْلُ أَنْ يُكَابِدَهُ، وَبَخِلَ بِالْمَالِ أَنْ يُنْفِقَهُ، وَجَبُنَ عَنِ الْعَدُوِّ أَنْ يُقَاتِلَهُ، فَلْيُكْثِرْ أَنْ يَقُولَ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ، فَإِنَّهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ جَبَلِ ذَهَبٍ وَفِضَّةٍ يُنْفَقَانِ فِي سَبِيلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ»
“Barangsiapa (istirahat) malamnya menakutinya dari menjalani malam(nya dalam ibadah), atau bakhil terhadap (menakutinya dari) menginfakkannya, atau kepengecutan terhadap musuh (menakutinya dari) memeranginya, maka hendaknya ia memperbanyak (dzikir): “subhanallah wa bi hamdihi” (Maha Suci Allah dan dengan segala pujian milik-Nya). Karena ia lebih lebih disukai oleh Allah daripada gunung emas dan perak yang dia menginfakkannya di jalan-Nya D.”([4])
Hadits-Hadits yang akan saya paparkan nanti, tiada lain adalah fadhilah-fadhilah (keutamaan-keutamaan) amal yang pahalanya seperti (pahala) shalat malam. Rasul kita H telah menghadiahkannya kepada kita untuk menambah kebaikan-kebaikan kita, dan memperberat timbangan (amal kebaikan) kita. Maka sepantasnya kita beramal dengannya.
(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari Kitab A’maal Tsawaabuhaa Kaqiyaamillaiil, Dr. Muhammad Ibn Ibrahim an-Na’îm)
______________________________________________
Footnote:
([1]) HR. aT-Tirmidzi no.3549, ibnu Khuzaimah no.1135, al-Hakim no.1156 dan al-Albani berkata dalam Shahih at-Targib wa at-Tarhib: hasan li gairihi.
([2]) Seorang ulama al-Quran dari generasi tabi’in.
([3]) Lihat kitab Hilyatul Auliya wa Thabaqotul Ashfia` oleh Abu Nu’aim IV/6.
([4]) HR. at-Thabarani dalam al-Kabir (7795), Syaikh al-Albani berkata di dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib (1541): ‘Shahih li ghairihi.’