Dari ‘Aisyah J, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
«إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَاتِ قَائِمِ اللَّيْلِ صَائِمِ النَّهَارِ»
“Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlaknya yang baik akan mencapai derajat orang yang senantiasa shalat di malam hari dan puasa di siang hari.” ([1])
Abu Thayib Muhammad Syamsuddin Âbadi V berkata, “Tiadalah orang yang berakhlak baik diberi keutamaan agung ini melainkan karena orang yang berpuasa dan shalat malam melawan keinginan dirinya yang berat melakukannya, sedangkan orang yang mempergauli manusia dengan akhlak yang baik dengan keragaman tabiat dan akhlak mereka seperti melawan banyak jiwa, sehingga mendapatkan apa yang didapatkan oleh orang yang senantiasa berpuasa dan shalat malam. Menjadi samalah derajatnya bahkan mungkin lebih.” Selesai. ([2])
Berakhlak baik yaitu dengan memperbagusi muamalah dengan manusia dan menahan diri dari mengganggu mereka.
Sesungguhnya manusia tidaklah diberi sesuatu setelah iman yang lebih baik dari pada akhlak yang baik.
Sungguh Nabi ﷺ biasa memohon kepada Tuhan-Nya ﷻ untuk diberi akhlak yang baik, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir ibn Abdillah I bahwa Nabi ﷺ jika membuka shalat, beliau bertakbir, kemudian membaca,
«إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ اَللهم اهْدِنِيْ لِأَحْسَنِ الْأَعْمَالِ وَأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِيْ لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَقِنِيْ سَيِّئِ الْأَعْمَالِ وَسَيِّئِ الْأَخْلَاقِ لَا يَقِيْ سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ»
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah milik Allah, Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu bagi-Nya. Demikianlah aku diperintahkan dan aku termasuk orang yang berserah diri. Ya Allah, tunjukkanlah kepadaku sebaik-baik amal dan sebaik-baik akhlak, tidak ada yang menunjukkan kepada kebaikannya kecuali Engkau, peliharalah aku dari seburuk-buruk amal dan seburuk-buruk akhlak, tidak ada yang memelihara dari keburukannya kecuali Engkau.([3])
Demikian pula yang dilakukan Rasul ﷺ setiap kali melihat ke cermin sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud I, dia berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَظَرَ فِيْ الْمِرْآةِ قَالَ : «اللهم كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِيْ فَحَسِّنْ خُلُقِيْ»
“Adalah Rasulullah ﷺ jika melihat ke cermin beliau berdo’a: “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperbagusi penciptaanku maka perbagusilah akhlakku.”([4])
Orang yang berakhlak baik adalah manusia yang paling dicintai oleh Rasulullah ﷺ dan yang paling dekat tempat duduknya dari beliau pada hari kiamat.
Jabir I meriwayatkan yang demikian kepada kita bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
«إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبَكُمْ مِنِّيْ مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا»
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya.”([5])
Allah ﷻ akan memberikan istana bagi yang berakhlak baik di surga yang paling tinggi, karena begitu besar pahalanya, dan sebagai penghormatan baginya.
Ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Umamah al-Bahili I bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
«أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ»
“Aku memberikan jaminan dengan sebuah rumah (istana) di pelataran (pinggiran) surga bagi yang meninggalkan perdebatan sekalipun berhak; dan (aku memberikan jaminan) dengan sebuah rumah (istana) di tengah sorga bagi orang yang meninggalkan dusta sekalipun sebagai candaan; dan (aku memberikan jaminan) dengan sebuah rumah (istana) di tempat tertinggi di sorga bagi orang yang memberbagusi akhlaqnya.” ([6])
Berakhlak baik seyogyanya tidak sebatas kepada orang-orang yang jauh saja, sementara orang-orang yang dekat terlupakan. Ia mencakup juga kedua orang tua dan setiap anggota keluargamu. Sebagian manusia Anda dapati bertutur kata baik, lapang dada dan sopan santun dalam berakhlak kepada orang lain, tetapi sebaliknya jika kepada keluarga dan anak-anaknya.
(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari Kitab A’maal Tsawaabuhaa Kaqiyaamillaiil, Dr. Muhammad Ibn Ibrahim an-Na’îm)
______________________________________________
Footnote:
([1]) HR. Imam Mâlik (1675), Ahmad dan ini adalah lafadz miliknya –al-Fathur Rabbani– (XIX/76), Abu Dawud (4798), Ibnu Hibban (480), al-Hakim (199). Dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ (1620).
([2]) ‘Aunu al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud karya Abu Thayib Muhammad Syamsuddin al-Haq al-‘Adzhim Abadi (XIII/154 no. 4798).
([3]) HR. al-Imam Ahmad –al-Fathu ar-Rabbani– (III/181), Muslim (771), at-Tirmidzi (3421), an-Nasai dan ini adalah lafadz miliknya (897), Abu Dawud (760), ad-Darimi (1238), Ibnu Khuzaimah (462), al-Baihaqi (2172) dan Abu Ya’la (285).
([4]) HR. al-Imam Ahmad –al-Fathu ar-Rabbani- (XIV/281), Ibnu Hibban (959), Abu Ya’la (5075), at-Thayalisi dan ini adalah lafazh miliknya (374) dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ (1307).
([5]) HR. al-Imam Ahmad –al-Fathu ar-Rabbani- (XXIII/13), at-Tirmidzi dan ini adalah lafazh miliknya (2018), at-Thabarani dalam al-Kabir (10424), al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (272) dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib (2649).
([6]) HR. Abu Dawud dan ini adalah lafazh miliknya (4800), al-Baihaqi (20965), at-Thabarani dalam al-Kabir (7488), dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ (1464).