Oleh: al-Ustadz Muslim al-Atsariy hafizhahullah
Hadits Jabir Bin Abdilloh radhiyallaahu ‘anhu,
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ، وَعَلَا صَوْتُهُ، وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ، حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ: «صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ»، وَيَقُولُ: «بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ»، وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ، وَالْوُسْطَى، وَيَقُولُ: «أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ» ثُمَّ يَقُولُ: «أَنَا أَوْلَى بِكُلِّ مُؤْمِنٍ مِنْ نَفْسِهِ، مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِأَهْلِهِ، وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَإِلَيَّ وَعَلَيَّ»
Dari Jabir bin Abdulah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata: Kebiasaan Rasulullah ﷺ jika berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya tinggi, dan (nampak) sangat marah. Seolah-olah beliau memperingatkan tentara dengan mengatakan: “Hari Kiamat akan datang kepada kamu di waktu pagi atau di waktu sore”.
Beliau ﷺ juga berkata: “Aku diutus dengan hari kiamat seperti ini”, beliau mengisyaratkan dua jarinya: jari telunjuk dan jari tengah.
Beliau ﷺ juga berkata: “Amma ba’du: Sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah, dan petunjuk yang paling baik adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang baru, dan seluruh bid’ah (perkara baru) adalah kesesatan”.
Kemudian beliau ﷺ bersabda: “Aku lebih dekat kepada tiap-tiap orang mukmin daripada dirinya sendiri. Barangsiapa mati meninggalkan harta, maka hartanya untuk keluarganya (yaitu: ahli warisnya). Dan barangsiapa mati meninggalkan hutang dan orang-orang yang harus ditanggung (anak-anak, istri, atau lainnya), maka kepadaku dan (menjadi) tanggunganku ”.([1])
FAWAID HADITS:
Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits ini, antara lain:
1- Keistimewaan khutbah Rasulullah ﷺ, beliau menjiwainya dan bersungguh-sungguh di dalam berkhutbah, sehingga memberikan manfaat yang besar kepada jamaah. Sangat disayangkan di zaman sekarang sebagian khotib berkhutbah dengan tanpa kesan dan pengaruh kepada jamaah.
2- Urgensi mengingatkan tentang Hari Kiamat di dalam khutbah jum’at, sehingga setiap orang menyiapkan bekal untuk menghadapinya.
3- Hari Kiamat itu dekat, sebab pasti akan terjadi, dan tidak ada Nabi lagi setelah Nabi Muhammad ﷺ dengan Hari Kiamat.
4- Memberikan isyarat dengan tangan di dalam khutbah untuk menarik perhatian.
5- Perkataan yang paling baik adalah kitab Allah. Sehingga kita harus berusaha membacanya, menghafalkannya, mempelajarinya, meyakininya, mengamalkannya, mengajarkannya dan merasa cukup dengannya.
6- Petunjuk yang paling baik adalah petunjuk Muhammad ﷺ. Sehingga kita harus berusaha mengikuti Sunnah-nya (ajaran; petunjuk-nya), dan ridho (menerima; senang) dengannya.
7- Seburuk-buruk perkara di dalam agama adalah perkara-perkara yang baru. Sebab agama Islam telah sempurna dan cukup, sehingga tidak membutuhkan perkara yang baru.
8- Perkara yang baru di dalam agama disebut bid’ah, dan seluruh bid’ah adalah kesesatan. Tidak ada bid’ah hasanah di dalam agama. Adapun di dalam perkara duniawi, seperti: tekhnologi, transportasi, alat-alat telekomunikasi, dll, maka ada bid’ah hasanah, karena hukum asal duniawi adalah mubah.
9- Nabi Muhammad ﷺ lebih dekat kepada tiap-tiap orang mukmin daripada dirinya sendiri. Sehingga seorang mukmin harus lebih mencintai beliau daripada mencintai seluruh manusia, bahkan dirinya sendiri.
10- Harta warisan seorang muslim dibagi kepada ahli warisnya yang berhak menerima.
11- Kasih sayang Nabi kepada umatnya, sehingga seorang muslim yang mati, dalam keadaan berhutang, dan tidak meninggalkan harta warisan untuk membayarnya, maka beliau menanggungnya. Termasuk menanggung anak-anak dan istrinya. Setelah beliau wafat, hal itu menjadi tanggungan pemimpin kaum muslimin. Wallohu a’lam.
Inilah sedikit penjelasan tentang hadits yang agung ini. Semoga Alloh ﷻ selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju Sorga-Nya yang penuh kebaikan.([2])
__________________________
Footnote:
([1]) HR. Muslim, no. 867; Ibnu Hibban, no. 10
([2]) Sragen, Dhuha Ahad, 2-Rojab-1442 H / 14-Februari-2021 M