Amalan Nishfu Sya’ban

📕P55. Amalan Nishfu Sya’ban

[arabic-font]السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ[/arabic-font]

✏️Assalaamu’alaikum pak ustadz, afwan, menyambung pertanyaan yang lalu tentang amalan-amalan yang disunnahkan dilakukan di dalam bulan Sya’ban, mohon pencerahannya tentang malam Nishfu Sya’ban ustadz, pada malam itu, sunnah apa saja yang hendaknya kita lakukan. Matur nuwun…

📝Jawab:

[arabic-font]وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ[/arabic-font]

📌Untuk menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu, perlu kita memperhatikan fatwa para ‘Ulama besar di dalam madzhab Syafi’iy sebagai berikut:

📚Imam Nawawi rahimahullah berkata :

[arabic-font]الصَّلَاةُ الْمَعْرُوفَةُ بصلاة الرغائب وهي ثنتى عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلَّى بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ لَيْلَةَ أَوَّلِ جُمُعَةٍ فِي رَجَبٍ وَصَلَاةُ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ مِائَةُ رَكْعَةٍ وَهَاتَانِ الصَّلَاتَانِ بِدْعَتَانِ وَمُنْكَرَانِ قَبِيحَتَانِ وَلَا يُغْتَرُّ بِذَكَرِهِمَا فِي كِتَابِ قُوتِ الْقُلُوبِ وَإِحْيَاءِ عُلُومِ الدِّينِ وَلَا بِالْحَدِيثِ الْمَذْكُورِ فِيهِمَا فَإِنَّ كُلَّ ذَلِكَ بَاطِلٌ[/arabic-font]

📚“Shalat yang dikenal dengan shalat Raghaaib dan ia shalat 12 raka’at dilakukan antara maghrib dan isya dimalam jum’at pertama dibulan rajab, dan shalat malam nishfus Sya’ban 100 raka’at, keduanya adalah shalat yang bid’ah, munkar lagi buruk. Maka janganlah tertipu dengan penyebutannya kedua shalat tersebut di kitab Qutul Qulub dan Ihya ‘Ulumud Diin, atau dengan adanya hadits yang disebutkan karena (haditsnya ) itu adalah Bathil.”
📚(Al-Majmu’ syarah Al Muhadzab 3/506).

📚Imam Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah berkata :

[arabic-font]وجميع ما روي من الأحاديث المشتهرة في فضائل هذه الليلة – يعني ليلة أول جمعة من رجب – وليلة نصف شعبان : باطل ، كذب ، لا أصل له ، وإن وقع في بعض كتب الأكابر كالإحياء للغزالي وغيره[/arabic-font]

📚“Dan semua yang diriwayatkan dari hadits-hadits yang masyhur tentang keutamaan malam ini yaitu malam jum’at pertama dibulan rajab dan malam nishfu sya’ban adalah hadits yang bathil, tidak ada asal usulnya, walaupun disebagian kitab besar seperti Ihya nya Ghozali dan kitab lainnya.”
📚(Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra 1/184)

📚Al-Imam al-Hafizh Jalaaluddiin as-Suyuthi rahimahullah berkata:

[arabic-font]وروى ابن وضاح عن زيد بن أسلم قال: ما أدركت أحداً من أصحابنا ولا فقهائنا يلتفتون إلى ليلة النصف من شعبان، ولا يلتفتون إلى حديث مكحول، ولا يرون لها فضلاً على ما سواها،[/arabic-font]

📚“Ibnu Wadhdhah meriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dia berkata, ‘Aku tidak pernah mendapati seorangpun dari para sahabat kami, tidak juga para fuqaha` kami menoleh (memberikan perhatian khusus) kepada malam Nishfu Sya’ban, dan merekapun tidak menoleh kepada hadits Makhul, dan mereka tidak berpandangan adanya keutamaan khusus baginya lebih dari (malam-malam lain) selainnya.”
📚(al-Amru bi al-Ittiba’ wan Nahyu ‘anil ibtida’, as-Suyuthi, hal 68, cet. Darul Istiqamah, Kairo)

📚Imam Suyuthi rahimahullah juga berkata,

[arabic-font]قال الحافظ أبو الخطاب: قال أهل التعديل والجرح: ليس في فضل النصف من شعبان حديث صحيح. فتحفظوا عباد الله من مفتر يروي لكم حديثاً يسوقه في معرض الخير، فاستعمال الخير ينبغي أن يكون مشروعاً عن رسول الله (، فإذا صح أنه كذب وخرج عن المشروعية وكان مستعمله من حزب الشيطان لاستعماله حديثاً كذباً على رسول الله (لم ينزل الله به من سلطان.[/arabic-font]

📚“Berkata al-Hafizh Abu al-Khaththab, ‘Berkata para ulama ahli ta’diil dan jarh, ‘Tidak ada pada keutamaan nishfu Sya’ban satu haditspun yang shahih.’ Maka jagalah wahai hamba-hamba Allah, (jagalah diri kalian) dari orang yang mengada-ada, yang meriwayatkan untuk kalian sebuah hadits yang dia pasarkan pada pameran kebaikan. Maka menggunakan kebaikan hendaknya ada pada yang disyariatkan dari Rasulullah, maka jika telah shahih, bahwa hadits tersebut adalah dusta, maka ia telah keluar dari yang disyariatkan. Dan adalah orang yang menggunakannya termasuk fraksinya syetan, karena penggunaannya terhadap hadits yang dusta atas nama Rasulullah, yang Allah tidak turunkan bukti bersamanya.”
📚(al-Amru bi al-Ittiba’ wan Nahyu ‘anil ibtida’, as-Suyuthi, hal 68, cet. Darul Istiqamah, Kairo)

📌Oleh karena itu janganlah mengkhususkan amalan ibadah dimalam nishfu sya’ban karena tertipu dengan hadits yang tidak shahih bahkan tidak asal ushulnya alias palsu , seperti hadits :

[arabic-font]من أحيا ليلتي العيد وليلة النصف من شعبان لم يمت قلبه يوم تموت القلوب.[/arabic-font]

📚“Barangsiapa yang menghidupkan malam kedua hari raya (iedul fithri dan iedul adha) dan malam nisfu sya’ban maka hatinya tidak akan pernah mati pada saat hati hati pada mati (hari kiamat). Hadits ini Munkar
📚(Mizanul I’tidal, Imam Ad-Dzahabi 5/372, Al-Ishabah 5/580)

📌Juga hadits

[arabic-font]عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا،[/arabic-font]

📚Dari ‘Ali bin Abi Thalib ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila masuk malam nishfu Sya’ban maka shalatlah pada malamnya dan puasalah pada siang harinya”
(Hadits ini Lemah lihat Kitab silsilah Ad-Dha’ifah wal Maudhu’ah, no Hadits : 2132)

📌Juga hadits:

[arabic-font]من قرأ ليلة النصف من شعبان ألف مرة قل هو الله أحد بعث الله إليه مئة ألف ملك يبشرونه[/arabic-font]

📚“Barang siapa yang membaca Qul Huwallahu Ahad 1000 kali pada malam nishfu sya’ban, maka akan mengutus kepadanya 100.000 malaikat yang akan memberinya kabar gembira”
📚(Hadits ini Bathil lihat kitab Lisanul Mizan 5/271)

📌Berkata as-Syaikh as-Syuqoiri:

[arabic-font]وَصَلَاة السِّت رَكْعَات فِي لَيْلَة النّصْف بنية دفع الْبلَاء، وَطول الْعُمر والاستغناء عَن النَّاس، وَقِرَاءَة يس وَالدُّعَاء بَين ذَلِك لَا شكّ أَنه حدث فِي الدّين وَمُخَالفَة لسنة سيد الْمُرْسلين، قَالَ شَارِح الْإِحْيَاء: وَهَذِه الصَّلَاة مَشْهُورَة فِي كتب الْمُتَأَخِّرين من السَّادة الصُّوفِيَّة، وَلم أر لَهَا وَلَا لدعائها مُسْتَندا صَحِيحا فِي السّنة، إِلَّا أَنه من عمل الْمَشَايِخ، وَقد قَالَ أَصْحَابنَا: إِنَّه يكره الِاجْتِمَاع على إحْيَاء لَيْلَة من هَذِه اللَّيَالِي الْمَذْكُورَة فِي الْمَسَاجِد وَغَيرهَا. وَقَالَ النَّجْم الغيطي فِي صفة إحْيَاء لَيْلَة النّصْف من شعْبَان بِجَمَاعَة: إِنَّه قد أنكر ذَلِك أَكثر الْعلمَاء من أهل الْحجاز مِنْهُم عَطاء وَابْن أبي مليكَة، وفقهاء الْمَدِينَة وَأَصْحَاب مَالك، وَقَالُوا: ذَلِك كُله بِدعَة وَلم يثبت فِي قِيَامهَا جمَاعَة شَيْء عَن النَّبِي [صلى الله عَلَيْهِ وَسلم] وَلَا عَن أَصْحَابه؛ وَقَالَ النَّوَوِيّ: صَلَاة رَجَب وَشَعْبَان بدعتان منكرتان قبيحتان الخ مَا تقدم.[/arabic-font]

📚“Dan shalat enam rakaat pada malam nishfu Sya’ban, dengan niat menolak balak, memanjangkan usia, dan kecukupan dari manusia, serta membaca surat Yaasiin, dan berdo’a diantaranya, maka tidak diragukan lagi bahwa itu adalah perkara baru di dalam agama, serta menyelisihi sunnah sayyidil mursalin ﷺ, pensyarah kitab Ihya’ ‘Ulumuddin berkata, ‘Shalat ini terkenal di kitab-kitab mutaakhkhiriin (orang-orang belakangan, bukan kaum salaf, -pent) dari kalangan tokoh-tokoh sufi. Dan aku tidak pernah melihat sandaran yang shahih di dalam sunnah Nabi ﷺ bagi shalat dan do’a tersebut, hanya saja itu bagian dari amal para syaikh (dari kalangan sufi, -pent). Dan para sahabat kami telah berkata, ‘Sesungguhnya dimakruhkan berkumpul untuk menghidupkan satu malam dari malam-malam yang telah disebutkan di dalam masjid dan selainnya.’ Berkata an-Najm al-Ghaithi berkata tentang sifat menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan berjama’ah, ‘Sesungguhnya hal itu telah diinkari oleh mayoritas para ‘Ulama Hijaz, diantara mereka adalah ‘Atha`, Ibnu Abi Maliikah, dan para fuqaha` Madinah, dan para sahabat Imam Malik. Dan mereka berkata, ‘Semua itu adalah perkara baru, tidak pernah valid (shahih) tentang mendirikan malam itu dalam keadaan berjama’ah satu riwayatpun dari Nabi ﷺ, tidak juga dari para sahabat beliau.’ Berkata an-Nawawi, ‘Shalat Rajab, dan Sya’ban, adalah dua perkara baru, yang munkar, lagi jelek… hingga akhir… sebagaimana yang terdahulu.’
📚(as-Sunan wal Mubtada’aat (145))

📌Namun, memang ada beberapa hadits tentang keutamaan malam nishfu sya’ban yang diperselisihkan oleh para ulama, ada yang mendha’ifkannya, dan bahkan menshahihkannya.

📌Di antaranya adalah hadits dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,

[arabic-font]يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ[/arabic-font]

📚“Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dia pun mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”

📌Al-Mundziri dalam At-Targhib setelah menyebutkan hadits ini, beliau mengatakan, “Dikeluarkan oleh At-Thobroni dalam Al Awsath dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dan juga oleh Al-Baihaqi. Ibnu Majah pun mengeluarkan hadits dengan lafazh yang sama dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi mengeluarkan yang semisal dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang tidak mengapa.”
Demikian perkataan Al Mundziri.

📌Penulis Tuhfatul Ahwadzi lantas mengatakan, “Pada sanad hadits Abu Musa Al-Asy’ari yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah terdapat Lahi’ah dan ia adalah perawi yang dinilai dha’if.”

📌Hadits lainnya lagi adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah ﷺ, bersabda,

[arabic-font]يَطَّلِعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا اِثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ[/arabic-font]

📚“Allah ﷻ mendatangi makhluk-Nya pada malam nisfu Sya’ban, Allah mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua orang yaitu orang yang bermusuhan dan orang yang membunuh jiwa.”

📌Al Mundziri mengatakan, “Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang layyin (ada perowi yang diberi penilaian negatif atau di-jarh, namun haditsnya masih dicatat).” Berarti hadits ini bermasalah.

📌Penulis Tuhfatul Ahwadzi setelah meninjau riwayat-riwayat di atas, beliau mengatakan, “Hadits-hadits tersebut dilihat dari banyak jalannya bisa sebagai hujjah bagi orang yang mengklaim bahwa tidak ada satu pun hadits shahih yang menerangkan keutamaan malam nisfu Sya’ban. Wallahu Ta’ala a’lam.”

📌Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Hadits yang menjelaskan keutamaan malam nisfu Sya’ban ada beberapa. Para ulama berselisih pendapat mengenai statusnya. Kebanyakan ulama mendhaifkan hadits-hadits tersebut. Ibnu Hibban menshahihkan sebagian hadits tersebut dan beliau masukkan dalam kitab shahihnya.”
📚(Lathaif Al-Ma’arif, hal. 245).

📌Oleh karenanya ada perbedaan pendapat tentang menghidupkan malam tersebut.

📚Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Mengenai shalat malam di malam Nishfu Sya’ban, maka tidak ada satu pun dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga para sahabatnya. Namun terdapat riwayat dari sekelompok tabi’in (para ulama negeri Syam) yang menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dengan shalat.”

📌Maka, jika ingin menghidupkan malam tersebut, haruslah dilakukan dengan tanpa mengkhususkannya dari hari-hari biasanya. dia hidupkan hari-hari sebelumnya dengan qiyaamullail, sekalipun dengan 1 rakaat witir, kemudian menghidupkan malam itu dengan apa-apa yang telah disunnahkan oleh Nabi ﷺ, berupa qiyamullail secara mutlak (tahajjud, witir) bukan dengan apa yang tidak jelas sandarannya dari Nabi ﷺ. Tidak juga dengan puasa di siang harinya bagi mereka yang sebelumnya belum berpuasa, karena pengkhususan siangnya dengan puasa dan malam harinya dengan qiyamullail tidak memiliki sandaran dalil yang shahih dari Nabi ﷺ.

📌Imam as-Suyuthi rahimahullah berkata, ‘as-Syaikh Taqiyuddin Ibnu Shalah rahimahullah telah ditanya tentang Shalat Ragha`ib dan malam Nishfu Sya’ban, maka beliau berkata,

[arabic-font]وأما ليلة النصف من شعبان، فلها فضل، وإحياؤها بالعبادة مستحب، ولكن على الانفراد ومن غير جماعة. واتخاذ الناس لها ولليلة الرغائب موسماً وشعاراً بدعة مكروهة، وما يزيدونه فيها على الحاجة والعادة من الوقيد ونحوه فغير موافق للشريعة.[/arabic-font]

📚“… adapun malam Nishfu Sya’ban, maka dia memiliki keutamaan, dan menghidupkannya dengan ibadah adalah dianjurkan. Akan tetapi dengan bersendirian tanpa berjama’ah. Dan menjadikan malam nishfu Sya’ban dan Malam Ragha`ib sebagai sebuah musim dan syi’ar ibadah oleh manusia, adalah sebuah bid’ah makruhah (perkara baru yang dibenci), dan apa yang mereka tambahkan di dalamnya melebihi kebutuhan dan kebiasaan, seperti menyalakan api dan semacamnya, maka tidak sesuai dengan syari’at.”
📚(al-Amru bi al-Ittiba’ wan Nahyu ‘anil ibtida’, as-Suyuthi, hal 68, cet. Darul Istiqamah, Kairo)

🍂 Wallahu ta’ala a’lam bish-showab.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

🌺 Group Tanya Jawab Khusus Muslimah 🌺
📘 Majelis Taklim Salsabila Alumni SMANDA/SMUNDA 📘
📲 Untuk bergabung ketik “GABUNG_Nama_Angkatan” KIRIM ke no. +6285749060476📕
📲 Join via Telegram https://telegram.me/akhowatsmanda atau klik http://bit.ly/20jtqpe untuk melihat kumpulan tanya jawab dari awal.
🌎 http://www.attabiin.com/category/konsul-salsabila/
📻 Ikuti siaran radio al-Umm 102,5 FM Malang, Relay Pandaan dan sekitarnya di 102,8 FM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *